JAKARTA – suksesmedia.id – Belakangan tengah ramai dan mencuat mengenai masalah open married yang konon dinormalisasi oleh sebagian kalangan. Sejumlah selebriti bahkan sempat ikut terseret ke dalamnya. Alih-alih menentang, para selebriti dan selebgram justru lebih menyarankan open married dan open relationship ketimbang merasa terbelenggu dan mencurangi satu sama lainnya. Lalu apakah opem married dan open relationship ini dibenarkan oleh masyakat kita?

Pernikahan adalah sebuah ikatan sakral yang biasanya didasarkan pada komitmen eksklusif antara dua individu. Namun, dengan perkembangan zaman dan perubahan pandangan terhadap hubungan, muncul fenomena yang dikenal sebagai open marriage atau pernikahan terbuka. Istilah ini merujuk pada sebuah pernikahan di mana pasangan suami istri sepakat untuk membolehkan adanya hubungan seksual atau romantis dengan orang lain di luar pernikahan mereka. Meskipun konsep ini menarik bagi sebagian orang yang menginginkan kebebasan dan eksplorasi, open marriage juga membawa berbagai bahaya dan dampak negatif yang tidak boleh diabaikan. Nah berikut ini adalah dampak negatif dari open married dan open relationship yang pantas kamu ketahui:

Mengancam Stabilitas Emosional

Pernikahan terbuka sering kali dipenuhi dengan konflik emosional. Meskipun ada kesepakatan awal antara pasangan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, tidak dapat dipungkiri bahwa rasa cemburu, ketidakpercayaan, dan perasaan tidak aman dapat muncul. Manusia secara alami memiliki kebutuhan untuk merasa dihargai dan dicintai secara eksklusif oleh pasangannya. Ketika eksklusivitas tersebut hilang, dapat timbul perasaan tersisih dan tidak dihargai. Perasaan ini, jika dibiarkan, dapat merusak stabilitas emosional, baik pada individu maupun dalam hubungan pernikahan itu sendiri.

Membuka Peluang Konflik

Konflik dalam pernikahan adalah hal yang umum, tetapi dalam pernikahan terbuka, potensi konflik dapat meningkat. Perbedaan persepsi dan harapan mengenai batasan hubungan dengan orang lain sering kali menjadi sumber masalah. Misalnya, salah satu pasangan mungkin merasa nyaman dengan aturan tertentu, tetapi yang lainnya mungkin merasa aturan tersebut tidak cukup ketat atau terlalu longgar. Ketidakseimbangan ini dapat memicu ketegangan dan perselisihan yang berlarut-larut. Selain itu, adanya pihak ketiga dalam hubungan ini sering kali menambah rumit situasi, terutama jika ada perasaan lebih dari sekadar ketertarikan fisik.

Risiko Penyakit Menular Seksual

Salah satu risiko paling nyata dari open marriage adalah meningkatnya peluang terkena penyakit menular seksual (PMS). Ketika seseorang menjalin hubungan seksual dengan lebih dari satu orang, risiko penularan penyakit seperti HIV, herpes, sifilis, dan gonore meningkat secara signifikan. Meskipun ada upaya untuk menjaga kesehatan dengan menggunakan alat kontrasepsi atau menjalani pemeriksaan rutin, risiko ini tetap ada. Selain itu, penyakit menular seksual tidak hanya membahayakan kesehatan fisik, tetapi juga dapat merusak hubungan karena rasa bersalah, penyesalan, dan hilangnya kepercayaan.

Merusak Keharmonisan Keluarga

Salah satu aspek paling merusak dari open marriage adalah dampaknya terhadap keharmonisan keluarga, terutama jika pasangan tersebut memiliki anak. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang tidak stabil sering kali mengalami kebingungan dan kecemasan. Mereka mungkin tidak memahami mengapa orang tua mereka memiliki hubungan dengan orang lain selain satu sama lain. Selain itu, jika konflik atau ketegangan dalam hubungan ini tereskalasi, anak-anak dapat menjadi korban dari situasi yang seharusnya tidak mereka hadapi. Pengaruh negatif ini dapat terbawa hingga dewasa, mempengaruhi pandangan mereka terhadap hubungan dan pernikahan.

Kehilangan Makna dan Keintiman Pernikahan

Pernikahan pada dasarnya adalah tentang keintiman, baik secara emosional maupun fisik. Ketika pasangan memilih untuk membuka pernikahan mereka kepada orang lain, keintiman ini bisa terkikis. Hubungan dengan pihak ketiga bisa mengambil sebagian dari perhatian, waktu, dan energi yang seharusnya diberikan kepada pasangan. Lama kelamaan, hal ini bisa menyebabkan jarak emosional antara suami dan istri, mengurangi kualitas hubungan mereka dan menghilangkan makna dari pernikahan itu sendiri. Kehilangan keintiman ini sering kali menjadi salah satu alasan utama mengapa open marriage akhirnya berakhir dengan perceraian.

Dampak Psikologis Jangka Panjang

Dampak psikologis dari open marriage sering kali bersifat jangka panjang. Rasa cemburu yang terus-menerus, ketidakpuasan, dan tekanan untuk terus menyetujui dinamika hubungan ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Beberapa individu mungkin merasa tertekan untuk tetap dalam pernikahan terbuka meskipun mereka tidak merasa nyaman, karena takut kehilangan pasangan atau karena alasan sosial lainnya. Tekanan ini dapat mempengaruhi kesejahteraan mental dan kualitas hidup seseorang secara keseluruhan.

Tingginya Potensi Perceraian

Statistik menunjukkan bahwa pasangan yang mempraktikkan open marriage memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasangan yang menjalani pernikahan konvensional. Salah satu alasan utama adalah karena konflik yang tidak terselesaikan, hilangnya keintiman, dan meningkatnya rasa tidak aman dalam hubungan. Selain itu, hubungan dengan pihak ketiga sering kali berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan fisik, yang pada akhirnya menyebabkan perpecahan dalam pernikahan utama.

Dampak Sosial dan Stigma

Meskipun open marriage menjadi lebih umum dan dapat diterima dalam beberapa kalangan, stigma sosial masih kuat. Pasangan yang memilih untuk menjalani pernikahan terbuka mungkin menghadapi penghakiman dan kritik dari keluarga, teman, dan masyarakat luas. Stigma ini dapat mempengaruhi kehidupan sosial pasangan, menyebabkan isolasi dan kehilangan dukungan sosial. Bagi anak-anak, stigma ini juga dapat mempengaruhi mereka di sekolah dan dalam hubungan sosial mereka.

Open marriage mungkin tampak sebagai solusi untuk kebosanan dalam pernikahan atau keinginan untuk bereksplorasi, tetapi kenyataannya konsep ini membawa berbagai bahaya dan dampak negatif yang serius. Dari ancaman terhadap stabilitas emosional dan kesehatan fisik, hingga risiko perceraian dan dampak psikologis jangka panjang, open marriage sering kali lebih merusak daripada bermanfaat. Pada akhirnya, penting bagi pasangan untuk mempertimbangkan dengan matang dampak-dampak ini sebelum memutuskan untuk membuka pernikahan mereka. Setiap keputusan yang diambil dalam pernikahan harus didasarkan pada komitmen, kepercayaan, dan kejujuran, bukan hanya pada keinginan sesaat atau tekanan eksternal. (*)

By Editor