JAKARTA – suksesmedia.id – Kehidupan milenial dan gen z memang sangat menarik diamati di zaman sekarang. Apalagi di tengah maraknya persaingan dunia kerja yang kian sengit. Fenomena job hopping atau sering pindah-pindah kerja belakangan makin marak dilakukan oleh para milenial dan gen z. Sejumlah alasan, tak pelak jadi sebab mengapa mereka suka sekali pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Bahkan mereka pun juga sering pindah dari satu bidang ke bidang yang lainnya.
Sebuah studi yang dilakukan oleh konsultan manajemen global Deloitte menyatakan bahwa lebih dari 58% gen milenial dan gen Z merasakan, bahwa manajerial merupakan point penting dalam karir mereka. Jadi makin cakap dan kompeten manajer atau pun atasan mereka, maka keinginan untuk tetap bertahan di perusahaan yang sama semakin tinggi.
Fenomena kutu loncat, atau job hopping sebenarnya sudah terjadi sejak dahulu atau lebih dari dua dekade hingga kini. Namun, situasi ini makin menyeruak ke permukaan, saat generasi milenial mulai memperbincangkannya melalui media sosial. Lalu apakah baik jika seseorang sering berpindah-pindah kerja atau perusahaan?
Menurut Monika Hamori, Profesor Human Resources IE Business School-IE University, Madrid, tindakan seperti Job Hopping atau sering berpindah-pindah kerja merupakan langkah yang kurang baik. Bahkan menurut professor sekolah bisnis ternama ini, orang-orang yang bekerja kurang dari 3 tahun dalam satu perusahaan akan dipertanyakan kontribusinya pada perusahaan. Faktanya, penilaian kinerja atau performance management system biasanya dilakukan dalam satu kali dalam setahun.
Mengacu dari hasil penilaian kinerja, satu tahun biasanya bukanlah waktu yang cukup bagi seseorang, untuk berkontribusi secara maksimal. Bahkan dalam jangka waktu satu tahun, pada fase enam bulan pertama biasanya seorang pegawai baru akan mulai mengenal dan menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika pada tahun pertama proses adaptasi dan kontribusi seorang pegawai pada bidang kerjanya di perusahaan belum begitu terlihat secara signifikan.
Alasan Orang Pindah Kerja
Pada hakekatnya, seseorang yang berpindah kerja dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya memiliki sejumlah alasan. Sejumlah alasan tersebut biasanya, menjadi latar belakang pagi pegawai untuk pindah pekerjaan. Adapun alasan tersebut adalah:
Tidak Mampu Memenuhi Target KPI
Banyak pegawai yang belum sampai satu tahun sudah pindah dari satu perusahaan, ke perusahaan yang sama. Dalam banyak kasus, bahkan pegawai tersebut pindah pada posisi yang sama sebelum satu tahun. Jika mencermati kondisi ini,kemungkinan besar pegawai tersebut tidak mampu memenuhi ekspektasi atasan, kurang mampu berkomunikasi dan beradaptasi. Akibatnya pegawai tersebut harus mengakhiri masa kontrak kerjanya, sebab tidak mampu memenuhi kesepakatan target yang telah disepakati bersama pada saat penerimaan pegawai. Adapun target tersebut biasanya tertuang dalam ukuran kinerja atau Key Performance Indictors.
Atasan Kurang Mendukung
Salah satu sebab yang paling besar seseorang pindah kerja, dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya adalah atasan yang kurang mendukung. Alasan ini sekilas terlihat klise, namun pada hakekatnya setiap atasan biasanya memiliki ciri dan karakter berbeda. Beberapa pegawai mengeluhkan bahwa atasan yang menyebalkan merupakan salah satu penyebab, mereka pindah kerja lebih awal atau kurang dari satu tahun.
Mencari Gaji Lebih Tinggi
Di tengah maraknya perusahaan rintisan atau start up belakangan ini, yang menawarkan gaji fantastis tentu bisa jadi magnet tersendiri. Apalagi bagi para kaum milenial dan gen Z, jabatan atau title serta gaji yang besar merupakan faktor penarik yang menggiurkan. Akibatnya tanpa banyak pertimbangan mereka pun pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya untuk mendapatkan gaji yang makin besar. Padahal dalam perspektif career track record hal ini justru kurang baik.
Iklim Kerja dan Suasana Tidak Nyaman
Budaya kerja merupakan bagian penting bagi setiap pegawai jika ingin bekerja dengan nyaman. Pada prinsipnya, makin nyaman suasana kerja maka semakin lama pegawai akan betah atau kerasan bekerja di perusahaan. Namun, fakta di lapangan masih banyak perusahaan di Indonesia yang peduli mengenai budaya perusahaan atau corporate culture. Akibatnya, tetap saja para pegawai banyak yang keluar masuk. Parahnya, manajemen puncak justru kurang peduli dan lebih fokus pada mengejar profit perusahaan. Padahal, karyawan adalah asset dan jika mampu dikelola dengan baik, maka perusahaan akan mampu meraih profit dalam jangka panjang. (*)